Sabtu, 04 Oktober 2014

I AM COMEE BACK.

Haii :) sorry guys udah lama gue nggak posting,oke kali ini gue mau posting sedikit karya gue kepada lo semua:) semoga bisa membuat lo merasa senang,selamat membaca :)

Jalan Tak Berujung
Karya: M. Danny Lazio

Hujan turun dari langit, mencoba mengobati luka yang telah lama tak kunjung terobati.
“Adit!! Jangan tinggalin Mama, sayang! Adit, bangun!!” teriak Mama dengan suara yang serak dan parau karena menangis berlebihan. Malam itu semuanya menangis. Papa dan Mama di sebuah ruangan putih yang dipenuhi  alat medis seperti tabung oksigen dan sebuah monitor yang bahkan aku tak tahu namanya mengeluarkan bunyi yang membuat mereka menangis, dan para suster mencabut semua selang-selang dari tubuhku.


||

“Teeet” semua murid bergegas keluar dari kelas mereka karena sudah terlalu jenuh dengan rutinitas di sekolah, ada yang langsung menuju ke parkiran, ada yang di gerbang sekolah menunggu jemputan dan ada juga yang masih ingin menghabiskan waktunya di warung depan sekolah.
            “Woi Dit, kemana?”
“Pulang Jo, mau kemana lagi emang?”
“Haha, kenapa? Mau bantu bi Minah ngepel? Haha.”
“Terserah.” Aku masuk ke dalam mobil, menghidupkannya, menginjak gas dalam-dalam dan meninggalkannya di parkiran.
“Tit tit tit” ada pesan masuk di telepon genggamku, kulihat nama pengirimnya, Josua. Dia menanyakan apakah aku ikut pergi nanti malam bersamanya.
“Bisa, nanti gue jemput lo.” Kujawab dan dia tak membalas pesan singkatku, lalu aku tancap gas melaju kencang membelah jalanan ibukota yang lumayan padat.
“Dit, Adit!” teriak Josua membuyarkan lamunanku.
”Ngekhayal apa sih lo? Jadi pergi nggak nih? Gue udah siap.” Ia membuka pintu dan masuk ke dalam mobil.
”Eh, jadi dong. Emang mau ke mana?” Tanyaku sambil menyalakan mesin mobil.
“Eh tunggu muka lo kenapa, Jo?!” Aku melihat muka sahabatku, di sekitar mata dan pipinya lebam.
”Ng..ng.. Gini, tadi gue lewat di depan warung, eh gue dicegat sama Bagas dan teman-temannya, mereka langsung mukulin gue.” Cerita Josua memegangi pipinya yang lebam.
“Gue nggak tau gue salah apa, gue mau bacok tu bocah.” Sambung Josua penuh amarah.
”Tenang, ntar kalau ketemu dia gue bantu lo ngehajar dia, sekarang kita mau ke mana?” Tanyaku.
“Dugem, bro!” Jawabnya penuh semangat. Mobil kami melaju bagai anak panah yang telah dilepaskan dari busur yang siap melumpuhkan buruan.
Lampu kerlap kerlip menghantam wajahku dan minuman keras bertebaran di atas meja kami. Josua sudah setengah sadar, tangan kanannya memegang minuman keras yang sesekali ia minum. Bagaimana denganku? Tubuhku ada di ruangan itu tapi pikiranku sedang berkelana di dunia khayal, aku mengkhayalkan kehidupan keluarga seperti dulu lagi di masa kami hidup sederhana dan bahagia, tidak seperti sekarang saat semua kebutuhanku tercukupi dan kadang berlebihan tapi kebahagiaan itu telah hilang entah ke mana.
Entah karena kebahagiaan itu memang telah lenyap, atau karena kehidupanku sekarang yang terlalu membahagiakan sehingga aku tak lagi mengenal aroma kebahagiaan yang sesungguhnya. Entahlah.
Papa sibuk bekerja, kadang pulang malam, bahkan kadang tak pulang. Sedangkan Mama seorang desainer yang sibuk ke luar kota. Dan tinggallah aku dengan bi Minah di rumah.

Mulutku terus mengeluarkan asap dari tembakau yang kubakar, hmm sebenarnya tidak sepenuhnya tembakau, sedikit kucampur dengan ganja. Semenjak aku di bangku SMA orangtuaku sibuk dan aku  merasa kesepian, disaat seperti itulah aku bertemu Josua. Banyak hal yang telah aku lakukan bersamanya, mulai dari merokok sampai berkecimpung di dunia malam seperti sekarang awalnya, tapi semakin aku dekat dengan Josua semakin banyak barang yang kucoba karena suruhannya, dari yang diisap sampai yang disuntik. Kepuasanku mencicipi semuanya sudah hampir mencapai tahap akhir.

Malam semakin larut, langit hitam semakin menghitam karena awan pembawa hujan telah mengepung ibukota. Sepertinya mereka siap untuk membasahi ibukota yang kejam ini.
“Udah, kita pulang.” Kepalaku pusing, saking pusingnya aku tak sanggup untuk berdiri, Josua berjalan sempoyongan ke arahku dan merangkulku.
“Oke, kita cabut.” Dia memapahku ke mobil.
”Jo! Gue liat Bagas tu, sama temennya!” Teriakku dengan tangan digenggam.
“Iya! Kita samperin dia!” Kami bergegas menghampiri Bagas dan seorang temannya.
Dengan nada emosi Josua berteriak “Woi! Sini lo kalau berani!”
Bagas dan temannya berlari ke arah kami, “Mau apa lo?! Lo nggak jera gue gebukin?!” tatapan Bagas seolah-olah ingin membunuh kami.
“Sialan lo!” pukulan keras kuarahkan ke pipinya, lalu Josua menendang temannya. Perkelahian tak terelakkan. Aku dan Josua  yang setengah sadar memukul Bagas dan temannya secara brutal, Bagas yang terdesak mengeluarkan pisau dan mengayunkannya ke arah Josua tapi Josua mengelak dan terjatuh. Josua berusaha bangkit tapi ia tak sanggup lalu Bagas mendekatinya. Aku sedang memojokkan teman Bagas di sudut tembok, dengan penuh amarah kuhantamkan kepalanya ke dinding dan berlari kearah Josua.
“Mati lo!!!” teriak Bagas dan menancapkan pisau ke tubuh Josua, darahpun bercucuran. Aku panik setengah mati, secepat mungkin kuambil batu besar dan kuhantamkan ke kepala Bagas.
Aku terpaku melihat Bagas pingsan dengan darah yang mengalir dari kepalanya dan Josua yang sudah tak sadarkan diri. Aku takut, aku takut ditangkap polisi. Aku berlari masuk ke dalam mobil dan kunyalakan mesin dengan tangan gemetar, aku tancap gas membuat mobil itu berlari kencang. Aku panik, takut, dan aku menangis karena aku telah kehilangan sahabatku.
Aku terus melaju, hujan mulai menghantam kaca mobil dengan sangat deras. Aku melihat cahaya kuning berjalan ke arahku dengan cepat dan tiba-tiba semua menjadi gelap dan basah, dengan separuh sadar aku mendengarkan suara yang riuh dan suara hujan. Aku merasakan ada yang mengalir di seluruh tubuhku, terasa hangat tapi perlahan semuanya terasa dingin, bahkan sangat dingin. Aku bermimpi berada di keluarga sederhanaku lagi yang penuh kebahagiaan, aku merasa sangat senang. Dan anehnya ini seperti nyata. Aku juga bertemu dengan Josua, aku melihatnya tersenyum kepadaku, senyum keikhlasan yang mengisyaratkan perpisahan. Aku ingin berbicara dengan Josua tapi suaraku hilang entah ke mana, lalu ia pergi serta melambaikan tangan ke arahku, aku melihatnya sangat bahagia. Aku berlari ke arahnya dan menghampirinya, lalu kami berjalan bersama menuju jalan yang tak kami ketahui ada apa di ujungnya.


-The End-

gimana?keren kalau iya lo bisa kasih coment dibawah ini,oya ini cerpen boleh lo copy-paste tapi jangan lupa tetap mencantum kan nama pengarangnya ya:) terimakasih udah membaca
NB:terimakasih buat +Najla Kajito (twitter @najlakajito) sudah membantu pengeditan cerpen ini :)

Tidak ada komentar: